Oleh: Faizunal A. Abdillah; Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan
Ada sebuah kisah klasik, yang konon, ia setua sejarah umat manusia. Kisah itu berupa kebiasaan menemukan kepuasan jiwa dengan bercerita keburukan-keburukan orang lain. Mereka seperti menemukan hiburan di sana. Oleh karenanya, kisah ini berkembang terus dari waktu ke waktu. Tanpa henti. Dengan fasilitas-fasilitas dan acara-acara sesuai zamannya. Begitu pesat dan mengundang pesona. Sedikit yang menyadari kalau di balik kebiasaan tua ini tersembunyi racun kejiwaan yang sangat berbahaya. Dan lebih sedikit lagi yang sadar bahwa cara bertumbuh seperti ini, bisa membuat jiwa bertambah gelap dan pekat. Sebab bertumbuh dari gelap ke gelap, berpindah dari keburukan satu ke keburukan yang lain. Marilah kita meneliti pesan tua Rasulullah ﷺ dalam hal ini.
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : أَتَدْرُوْنَ مَا الْغِيْبَةُ ؟ قَالُوْا : اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، قَالَ : ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ، فَقِيْلَ : أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيْ أَخْيْ مَا أَقُوْلُ ؟ قَالَ : إِنْ كَانَ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ، وَ إِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدْ بَهَتَّهُ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasannya Rasulullah ﷺ bersabda: “’Tahukah kalian apa itu ghibah?’ Lalu sahabat berkata: ‘Allah dan rasulNya yang lebih tahu’. Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Engkau menyebut saudaramu tentang apa yang dia benci’. Beliau ditanya: ‘Bagaimana pendapatmu jika apa yang aku katakan benar tentang saudaraku?’ Rasulullah ﷺ bersabda: ‘jika engkau menyebutkan tentang kebenaran saudaramu maka sungguh engkau telah ghibah tentang saudaramu dan jika yang engkau katakan yang sebaliknya maka engkau telah menyebutkan kedustaan (fitnah) tentang saudaramu.” (HR. Muslim).
Ini adalah pelajaran penting. Akar musabab ghibah adalah kebiasaan tua berpikir negatif. Kepo. Penuh sak-wasangka. Dan ternyata mengakar sangat dalam pada banyak jiwa. Saking dalamnya, seolah-olah dosa warisan, penyakit generatif, padahal bukan. Dalam bahasa lain sering disebut andil bala syaitan. Tak bisa ditumpas dengan mudah. Sudah mendarah daging, bercampur sempurna. Tak ada beda inang dan benalunya. Seperti baju kotor yang kecemplung oli, diperlukan ketekunan dan kerja keras yang luar biasa agar jiwa bisa bersih kembali seperti sedia kala. Memang tak mudah, karenanya Allah mengingatkan dengan tegas.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اجْتَنِبُوْا كَثيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمُ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُم أَنْ يَأكُلَ لَحْمَ أَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُ ۚ وَاتَّقُوْا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوّابٌ رَحيمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak prasangka. Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah kamu mencari kesalahan orang lain dan jangan di antara kalian menggunjing sebagian yang lain. Apakah di antara kalian suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? tentu kalian akan merasa jijik. Bertakwalah kalian pada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat dan Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat:12).
Seorang sahabat yang sukses membersihkan jiwanya, berpesan indah, berat dan penuh harap dalam hal ini. Untuk keluar dari belenggu ghibah harus sabar dan hati-hati. Awas ghibah. Proses pembersihannya terjadi secara sangat pelan dan perlahan. Perlu kesadaran dan kesabaran luar biasa. Itu pun sekali-sekali ia masih kelepasan marah di sana-sini, menggunjing sesekali, sebelum benar-benar terbit matahari pencerah jiwa. Pertama, menjauh secara sopan dari lingkungan yang penuh pergunjingan dan “kekerasan”. Termasuk dalam hal ini televisi, tontonan, pergaulan, lingkungan yang mengarah pada timbulnya “kekerasan”. Pilih teman dan lingkungan pergaulan yang baik. Terus-menerus melatih diri agar senantiasa positif memandang kehidupan adalah langkah ke dua. Tekad yang tidak pernah menyerah adalah kawan terbaik pendamping jiwa. Mengolah sampah masalah menjadi bunga indah kedamaian adalah keterampilan yang sangat dibutuhkan untuknya. Imam Muslim meriwayatkan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ “ الأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ
Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah ﷺ bersabda: “Ruh-ruh itu laksana tentara yang berkumpul, maka yang saling mengenal daripadanya niscaya menyelaraskan (saling menyesuaikan) dan yang bertentangan daripadanya, niscaya saling menyelisihi (berseberangan).” (HR Muslim).
Melengkapi pesan sahabat tadi, Sang Guru Bijak pun memberikan wejangan indah. Untuk membangun jiwa bersih ini, warisan Abdullah Al Muzani ini sangat melengkapi.
إن عرض لك إبليس بأن لك فضلاً على أحد من أهل الإسلام فانظر، فإن كان أكبر منك فقل قد سبقني هذا بالإيمان والعمل الصالح فهو ير مني، وإن كان أصغر منك فقل قد سبقت هذا بالمعاصي والذنوب واستوجبت العقوبة فهو خير مني، فإنك لا ترى أحداً من أهل الإسلام إلا أكبر منك أو أصغر منك.
“Jika iblis memberikan was-was kepadamu bahwa engkau lebih mulia dari muslim lainnya, maka perhatikanlah. Jika ada orang lain yang lebih tua darimu maka seharusnya engkau katakan: “Orang tersebut telah lebih dahulu beriman dan beramal shalih dariku maka ia lebih baik dariku.” Jika ada orang lainnya yang lebih muda darimu maka seharusnya engkau katakan, “Aku telah lebih dulu bermaksiat dan berlumuran dosa serta lebih pantas mendapatkan siksa dibanding dirinya, maka ia sebenarnya lebih baik dariku.” Demikianlah sikap yang seharusnya engkau perhatikan ketika engkau melihat yang lebih tua atau yang lebih muda darimu”. (Hilyatul Auliya).
Di dunia spiritual sering disampaikan nasehat indah pencerah jiwa; penderitaan, musibah, cobaan bukanlah hukuman. Ia adalah cara untuk memanggil jiwa agar segera pulang ke rumah cinta, kebaikan, kasih sayang-Nya. Pendekatan ini banyak sekali membantu para pencari kedamaian untuk mengolah sampah masalah menjadi bunga indah kesembuhan. Dan rasanya perlu kita cermati petuah berikut; “Di kala tulus dan tekun untuk selalu melihat sisi-sisi indah orang lain, suatu hari Anda akan berjumpa bagian terindah dari diri Anda”. Inilah yang disebut sebagai pencerahan; terbitnya matahari jiwa. Ia dimulai dengan melihat sisi-sisi indah dari hidup sendiri. Kemudian diperluas menjadi melihat sisi-sisi indah orang lain. Puncaknya, seseorang berjumpa bagian terindah dari jiwanya sendiri. Dan akibatnya, menendang jauh-jauh bola-bola ghibah dan prasangka jelek dari dalam gawang pikiran dan lebarnya lapangan hati.
Langkah-langkah ini jauh lebih mudah dilakukan oleh ia yang selalu melihat sisi-sisi indah dari hidupnya sendiri. Perlu diketahui bahwa bukan hal-hal besar yang membuat hidup terasa indah. Sering kali hal-hal kecillah yang membuat hidup terasa indah. Dari menyeruput teh di cangkir, berdekapan indah dengan seprei yang baru diganti, mengingat masa kecil yang indah atau bercengkrama sejenak dengan anak-anak. Dan puncaknya, perhatianlah kupu-kupu kehidupan di sekitar kita mengajarkan. Tidak mungkin kupu-kupu indah hinggap lama pada sampah. Ia akan memilih bunga-bunga yang indah. Demikian juga jiwa yang indah. Sebagaimana sifat alami bunga yang indah, sifat alami jiwa indah akan terlahir di alam yang indah, sesuai hadits yang diriwayatkan Imam Muslim itu.