Jakarta (10/11). Hari Pahlawan Nasional diperingati setiap 10 November. Tanggal tersebut merupakan awal mula pecahnya pertempuran Surabaya pada 10 November 1945. Kejadian ini merujuk pada perlawanan rakyat Surabaya terhadap tentara Inggris dan Belanda. Kejadian ini merupakan bagian dari revolusi nasional Indonesia.
Ketua DPP LDII Singgih Tri Sulistiyono menilai, momentum ini hendaknya digunakan sebagai refleksi untuk mensyukuri kemerdekaan yang diperjuangkan pendahulu. Ia juga mendorong generasi muda meningkatkan kontribusi positif untuk perubahan sosial dan kemanusiaan. Baik itu secara nasional, maupun di kancah global.
Singgih, yang juga Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Diponegoro itu menilai, di era modern ini, definisi tentang “pahlawan” telah mengalami perubahan signifikan. Di zaman dahulu, pahlawan sering kali dikaitkan dengan perjuangan fisik. Terutama, dalam konteks peperangan, perlawanan terhadap penjajahan, mempertahankan kemerdekaan dan ideologi bangsa. Namun, di zaman sekarang, definisi pahlawan jauh lebih luas dan lebih kompleks.
“Sekarang ini definisi pahlawan lebih luas, yaitu seseorang yang bisa memberikan kontribusi secara signifikan dalam bidang kehidupan. Baik itu sosial, ekonomi, lingkungan, pendidikan dan sebagainya. Nilai-nilai yang bisa diperjuangkan oleh orang yang dipandang sebagai pahlawan adalah nilai-nilai yang lebih universal,” ujarnya.
Sulit untuk menentukan siapa yang layak dianggap sebagai pahlawan di zaman ini. Terutama, karena peran pahlawan itu sendiri lebih bersifat kontekstual dan kompleks. Namun, merujuk pada ajaran dalam Islam, Singgih mengungkapkan, sebaik-baiknya manusia adalah orang yang bisa memberikan manfaat bagi orang lain.
“Pahlawan zaman sekarang adalah mereka yang memberi manfaat positif bagi masyarakat, baik dalam bidang ekonomi, politik, pendidikan, kesehatan, keamanan maupun keadilan sosial. Pahlawan masa kini adalah mereka yang memiliki dedikasi, keberanian, dan kemampuan untuk menegakkan kebenaran serta menegakkan keadilan bagi orang banyak,” ujarnya.
Singgih berharap agar generasi muda saat ini bisa meneladani para pahlawan. Baik mereka yang berjuang di masa penjajahan, perjuangan kemerdekaan, maupun pahlawan nasional yang mempertahankan ideologi negara dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Menurutnya, salah satu cara meneladani semangat perjuangan para pahlawan adalah dengan memahami nilai-nilai kepahlawanan yang ada pada diri para pejuang masa lalu. Singgih mengatakan, nilai-nilai yang dapat dipelajari dari pahlawan zaman dulu antara lain adalah keberanian, rela berkorban, kejujuran, integritas, serta semangat berjuang untuk sesama, toleransi, dan keadilan sosial.
“Nilai-nilai ini dapat dipelajari melalui biografi para pahlawan dan cerita-cerita kepahlawanan yang diwariskan dari generasi ke generasi,” ujarnya.
Sejarawan maritim itu juga mendorong anak muda berperan aktif dalam kehidupan sosial, serta menghadapi masalah global. Dunia saat ini sedang menghadapi berbagai krisis besar, seperti krisis lingkungan, krisis energi, krisis moralitas, krisis keadilan, hingga krisis kebudayaan lokal yang semakin tergerus oleh budaya global.
Singgih mengatakan, generasi muda memiliki peran besar dalam memberikan solusi terhadap tantangan ini. Baik itu melalui ilmu pengetahuan, praktik, maupun inovasi yang dapat memberi kontribusi positif bagi masyarakat. Dengan meneladani para pahlawan terdahulu, generasi muda dapat menjadi agen perubahan yang membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih baik, penuh dengan keadilan, kesetaraan, dan kesejahteraan.
“Memang tidak semua masalah dapat diselesaikan oleh satu orang atau satu generasi saja. Namun, diharapkan generasi muda dapat memilih bidang yang sesuai dengan minat dan kemampuan mereka, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi nyata untuk mengatasi masalah-masalah yang ada di sekitar mereka,” pungkasnya.