Saat ini, krisis energi mengancam di negara kita, Indonesia. Pemerintah pusat memiliki andil besar dalam pengeloaan energi saat ini. Menjelang Rakernas LDII yang akan diadakan 10-11 Oktober 2018 ini, salah satu bidang yang akan dibahas dalam rakernas ini adalah tentang Energi Terbarukan dan Konservasi Energi.
Untuk itu, LDII mengingatkan pemerintah untuk menjalankan Paris Agreement. Konferensi ini lahir dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim PBB ke -21, yang diadakan pada 30 November – 12 Desember 2015.
Pada 31 Oktober 2016, Indonesia berkomitmen untuk meratifikasi dan melahirkan UU nomor 16 Tahun 2016 tentang pengesahan Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change (Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja PBB mengenai Perubahan Iklim). Ratifikasi ini mengharuskan Indonesia menggunakan energi terbarukan.
“Tahun 2015 Paris Agreement bangsa Indonesia sudah berkomitmen bahwa tahun 2025 itu harus mencapai 23% dari seluruh pemakaian energi, dan sekarang masih tujuh persen,” ujar Prasetyo Sunaryo,Ketua DPP LDII.
Penjelasannya, jika Indonesia telah berkomitmen bisa mencapai angka 23%, maka artinya kita harus menaikkan hingga dua persen per tahun. Bila tidak terwujud sampai dua puluh tiga persen, maka Presiden terpilih pada 2024 tentu akan menanggung beban dari kegagalan pemimpin sebelumnya, tentu ini tidak fair. Pemerintah juga harus melihat energi sebagai kebutuhan pokok berdampingan dengan sandang, pangan, dan papan.
“Energi itu tidak seperti meja dan kursi, kalau kita tidak ada meja ataupun kursi itu tidak akan ada masalah, namun jika energi tidak ada maka kehidupan akan mati. Maka energi ini dianggap sangat penting dan perlu perhatian lebih,” imbuh Prasetyo.
Indonesia termasuk salah satu negara dengan iklim tropis yang biasanya hanya mempunyai dua macam musim saja yaitu kemarau dan hujan. Karakteristik iklim tropis yaitu letaknya berdekatan dengan garis khatulistiwa maka Indonesia mendapatkan pasokan sinar matahari sepanjang tahun secara konstan.
“Karena Indonesia memiliki iklim tropis maka negara ini tidak mengenal energi. Berbeda dengan bangsa sub tropis, jika mereka tidak bisa memperdayakan energi dengan baik maka ketika musim salju sebagian makhluk hidup akan mati,” kata Ketua DPP LDII.
Untuk membantu pemerintah dalam pencapaian target penggunaan energi terbarukan, DPP LDII mendorong warganya untuk berinovasi memanfaatkan matahari, angin dan air sebagai sumber energi. “Energi terbarukan itu bukan dari energi dari fosil bukan minyak ataupun batu bara melainkan energi terbarukan itu dari energi air,matahari, maupun biomasa,” tutur Pras.
Salah satu inovasi warga LDII dalam memanfaatkan energi terbarukan berupa pembangkit listrik mikrohidro, yang mampu menghasilkan listrik sebesar 250 Kw. Listrik itu dipergunakan untuk keperluan pengolahan teh di pabrik teh Jamus, Ngawi, Jawa Timur. “Dari penggunaan listrik mikrohidro itu, pabrik teh Jamus mampu menghemat hingga 50% biaya produksi. Listrik tersebut juga digunakan untuk menerangi jalan pedesaan di sekitar pabrik teh.”
Ketua DPP LDII, Chriswanto Santoso menambahkan ormas Islam yang lain yaitu Sarikat Islam sudah mempraktekkan energi terbarukan di Sulawesi Utara. “Mereka mengubah image islam yang radikal menjadi islam pemberdayaan sehingga mengembangkan energi terbarukan ini,” tutup Chriswanto. (rls)