Jakarta (9/2). Departemen Komunikasi, Informasi, dan Media (KIM) DPP LDII dan LINES menggelar pelatihan jurnalistik keenam di Ponpes Minhaajurrosyidin, Jakarta, pada 2-4 Februari 2024. Ketua Pelaksana acara, Faisal Dzulfikar mengatakan, antusiasme pendaftar membludak melebihi target yang hanya sekitar 100-an peserta.
Pelatihan selama tiga hari itu tidak hanya diikuti peserta dari wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabotabek), namun juga daerah lain seperti Karawang, Bandung, Banjarnegara, Pemalang, Magelang, Yogyakarta, Madiun, Kediri, Nganjuk, Jombang, Sumenep, Denpasar dan Polewali Mandar.
Ketua DPP LDII Bidang KIM Rulli Kuswahyudi mengingatkan, para generasi muda apalagi ‘kaum rebahan’ sudah saatnya andil beramal saleh. Terutama dalam hal membuat dan menyebarkan berita serta konten positif. Ia berharap peserta bisa menyadari untuk tak merespon ujaran kebencian di media sosial.
“Kita tak perlu berdebat di media sosial karena tak ada untungnya. Kita hanya perlu produksi yang menarik dan baik,” ungkap Rulli.
Di era post truth, kebenaran bukan sebatas ditentukan oleh fakta, tapi persepsi. Opini yang beredar, terkadang dianggap sebagai fakta yang harus dipercaya oleh publik. Dengan mengesampingkan fakta dan data informasi yang objektif. Femonena tersebut kemudian ia sebut dengan istilah “Post-truth”.
“Kita harus hadapi ‘Post-truth’ atau kebenaran baru yang berasal dari hasil framing. Post-truth adalah pergeseran sosial spesifik yang melibatkan media sebagai arus utama dan para pembuat opini,” tutur Rulli.
Menurutnya, masyarakat lebih mencari pembenaran daripada kebenaran. Karena sering kali berita palsu menyebar lebih cepat daripada fakta yang sebenarnya. Hal ini disebabkan oleh kemudahan berbagi informasi tanpa verifikasi yang memadai di media sosial, “Maka kita harus meluruskan mana berita yang benar, bukan hanya untuk kepentingan LDII tapi juga untuk kepentingan masyarakat,” lanjutnya.
Pelatihan selama tiga hari itu tidak hanya diikuti peserta dari wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabotabek), namun juga daerah lain seperti Karawang, Bandung, Banjarnegara, Pemalang, Magelang, Yogyakarta, Madiun, Kediri, Nganjuk, Jombang, Sumenep, Denpasar dan Polewali Mandar.
“Kita harus meningkatkan keterampilan literasi digital. Keterampilan ini melibatkan kemampuan masyarakat untuk menyaring dan menggunakan informasi dengan bijak dalam menggunakan media sosial,” kata Rulli.
Ia mengatakan LDII, juga sebagaimana ormas lainnya, kerap menjadi sasaran post truth, untuk itu perlu memberikan informasi kepada seluruh warga bahwa tidak semua yang disebarkan itu memang benar terjadi, “Kita perlu literasi digital dalam rangka bisa memilah dan memilih sesuatu yang benar dan memanfaatkan teknologi digital,” tegasnya.
Rulli menambahkan, meski dengan rebahan, generasi muda bisa berkontribusi dengan produksi konten dan berita positif. Para generasi LDII di setiap penjuru, harus menjadi humasnya LDII. Dengan demikian, para generasi muda dibekali mengenai jurnalistik itu, agar mampu mengedukasi para warga LDII lainnya di daerah masing-masing.
Pemanfaatan media sosial platform Instagram dan Tiktok yang digandrungi generasi Z sekarang, juga perlu menjadi sasaran penyebaran branding yang positif. “Anak muda yang senang menggunakan gadget-nya bisa beramal saleh dengan membuat dan memposting konten yang menarik dan positif,” ujar Rulli.
Sementara itu, pengasuh Ponpes Minhajurrosyidin KH. Imansyah yang memberi sambutan, mengapresiasi terselenggaranya acara dan kehadiran para peserta. Ia mengingatkan para peserta yang didominasi anak muda itu untuk menggunakan media sosial dengan baik. “Mengutip pepatah ulama, kebenaran yang tidak terorganisir, bisa kalah dengan kejahatan yang terorganisir,” ujar Imansyah.
Ia mengatakan kaderisasi pemuda di bidang publikasi media, mampu menghasilkan dan mengedepankan berita yang baik. “Mungkin masih banyak orang belum tahu LDII lebih jauh, hanya dengan pemberitaan baik yang dihasilkan dari pelatihan inilah yang mampu menyebarkan apa itu LDII,” kata Imansyah.